Monday 8 October 2012

Simbol Toleransi dalam Semangkuk Soto Kudus

BERTANDANG di Kota Kudus, kita akan disapa banyaknya warung makan yang menjajakan kuliner soto sebagai menu andalannya. Soto memang menjadi salah satu makanan populer di Indonesia, tetapi soto asal Kota Santri ini punya daya pikat tersendiri. Selain tersohor akan kelezatannya yang khas, soto yang satu ini punya nilai filosofis yang menarik.
Adzan Magrib berkumandang dari pengeras suara Masjid Agung Kudus, kami pun memutuskan berbuka puasa di Pujasera Taman Bojana yang terletak tak jauh dari masjid tersebut. Di pujasera ini sebagian besar memang ditempati para pedagang soto, sayangnya pada awal-awal bulan puasa banyak pedagang yang justru memilih menutup warungnya. Soto Kudus Ibu Noor'in, yang akhirnya dipilih suaramerdeka.com untuk santap buka puasa.
Soto Kudus ala Ibu Noor'in memang belum setenar Soto Kudus Pak Denuh, Soto Kudus Karso Karsi, atau Soto Kudus Ramidjan. Namun cita rasanya tak kalah mantap dengan soto-soto mereka. Bahkan sebenarnya warung soto ini sudah ada sejak puluhan tahun silam, tepatnya pada tahun 1960-an.
"Mulanya waktu masim muda, saya hanya coba-coba mengolah Soto Kudus. Kok ternyata enak, akhirnya saya memutuskan jualan Soto Kudus. Sekarang pelanggan saya justru kebanyakan para pelancong dari luar kota," kenang Noor'in, pemilik warung.
Sama halnya dengan warung Soto Kudus pada umumnya, Noor'in juga menyediakan dua jenis soto. Soto Kudus daging ayam dan soto Kudus daging kerbau. Tapi tentu saja yang favorit soto Kudus daging kerbau, karena jarang dijumpai di kota lain.
Nah, daging kerbau sebagai bahan utama Soto Kudus inilah yang membedakannya dengan soto kebanyakan sekaligus menjadi kunci makna filosofis tersebut. Di saat sebagian besar orang masih gagap memaknai toleransi beragama, masyarakat Kudus telah fasih menjalankannya sejak ratusan tahun lalu melalui tradisi kuliner tersebut.
Konon, pada saat Sunan Kudus menyebarkan agama Islam, penduduk Kudus banyak yang memeluk agama Hindu. Warga Hindu menganggap sapi adalah hewan yang suci dan tidak boleh dikonsumsi. Karenanya, Sunan Kudus menganjurkan supaya warga yang beragama Islam tidak memotong daging sapi serta mengkonsumsinya. Hal ini bertujuan untuk menghormati umat Hindu yang telah lebih dulu ada di wilayah tersebut.
Daging Empuk
Sejak itulah masyarakat Kudus umumnya menggunakan daging kerbau sebagai menu makanan. Mulai dari soto kerbau, sate kerbau, pindang kerbau, empal kerbau, sampai lidah kerbau. Di tangan mereka, daging kerbau yang terkenal alot diolah sedemikian rupa hingga teksturnya terasa lembut dan empuk.
"Soto Kudus itu dimasak dengan banyak rempah-rempah dan cenderung manis. Warga di luar Jateng yang tidak terbiasa dengan makanan manis, akan lebih cocok jika menambahkan sedikit garam pada kuah soto sebelum disantap," tambah Noor'in.
Sebagai pelengkap menikmati soto, biasanya warung-warung Soto Kudus menyediakan aneka lauk, di antaranya otak goreng, sate paru, empal, krupuk rambak, dan perkedel.
Semangkuk soto kerbau ini menjadi bukti sederhana bagaimana masyarakat Kudus menyiasati sekaligus menikmati perbedaan.

sumber

No comments:

Post a Comment