BERTANDANG di Kota Kudus, kita akan disapa banyaknya
warung makan yang menjajakan kuliner soto sebagai menu andalannya. Soto
memang menjadi salah satu makanan populer di Indonesia, tetapi soto
asal Kota Santri ini punya daya pikat tersendiri. Selain tersohor akan
kelezatannya yang khas, soto yang satu ini punya nilai filosofis yang
menarik.
Adzan Magrib berkumandang dari pengeras suara Masjid Agung Kudus,
kami pun memutuskan berbuka puasa di Pujasera Taman Bojana yang terletak
tak jauh dari masjid tersebut. Di pujasera ini sebagian besar memang
ditempati para pedagang soto, sayangnya pada awal-awal bulan puasa
banyak pedagang yang justru memilih menutup warungnya. Soto Kudus Ibu
Noor'in, yang akhirnya dipilih suaramerdeka.com untuk santap buka puasa.
Soto Kudus ala Ibu Noor'in memang belum setenar Soto Kudus Pak Denuh,
Soto Kudus Karso Karsi, atau Soto Kudus Ramidjan. Namun cita rasanya
tak kalah mantap dengan soto-soto mereka. Bahkan sebenarnya warung soto
ini sudah ada sejak puluhan tahun silam, tepatnya pada tahun 1960-an.
"Mulanya waktu masim muda, saya hanya coba-coba mengolah Soto Kudus.
Kok ternyata enak, akhirnya saya memutuskan jualan Soto Kudus. Sekarang
pelanggan saya justru kebanyakan para pelancong dari luar kota," kenang
Noor'in, pemilik warung.
Sama halnya dengan warung Soto Kudus pada umumnya, Noor'in juga
menyediakan dua jenis soto. Soto Kudus daging ayam dan soto Kudus daging
kerbau. Tapi tentu saja yang favorit soto Kudus daging kerbau, karena
jarang dijumpai di kota lain.
Nah, daging kerbau sebagai bahan utama Soto Kudus inilah yang
membedakannya dengan soto kebanyakan sekaligus menjadi kunci makna
filosofis tersebut. Di saat sebagian besar orang masih gagap memaknai
toleransi beragama, masyarakat Kudus telah fasih menjalankannya sejak
ratusan tahun lalu melalui tradisi kuliner tersebut.
Konon, pada saat Sunan Kudus menyebarkan agama Islam, penduduk Kudus
banyak yang memeluk agama Hindu. Warga Hindu menganggap sapi adalah
hewan yang suci dan tidak boleh dikonsumsi. Karenanya, Sunan Kudus
menganjurkan supaya warga yang beragama Islam tidak memotong daging sapi
serta mengkonsumsinya. Hal ini bertujuan untuk menghormati umat Hindu
yang telah lebih dulu ada di wilayah tersebut.
Daging Empuk
Sejak itulah masyarakat Kudus umumnya menggunakan daging kerbau
sebagai menu makanan. Mulai dari soto kerbau, sate kerbau, pindang
kerbau, empal kerbau, sampai lidah kerbau. Di tangan mereka, daging
kerbau yang terkenal alot diolah sedemikian rupa hingga teksturnya
terasa lembut dan empuk.
"Soto Kudus itu dimasak dengan banyak rempah-rempah dan cenderung
manis. Warga di luar Jateng yang tidak terbiasa dengan makanan manis,
akan lebih cocok jika menambahkan sedikit garam pada kuah soto sebelum
disantap," tambah Noor'in.
Sebagai pelengkap menikmati soto, biasanya warung-warung Soto Kudus
menyediakan aneka lauk, di antaranya otak goreng, sate paru, empal,
krupuk rambak, dan perkedel.
Semangkuk soto kerbau ini menjadi bukti sederhana bagaimana masyarakat Kudus menyiasati sekaligus menikmati perbedaan.
sumber
No comments:
Post a Comment